Move On?
Saat kau mencintai seseorang, kau tak akan pernah
melupakannya barang sedetik. Wanita terus mengkhayalkan sang pujaan, sementara
pria memilih menyembunyikan tapi bukan berarti tak memikirkan.
Ada saat di mana kita hendak melupakan sang
pujaan. Terutama ketika realita tak sesuai harapan. Sekuat tenaga kita menepis
bayangannya, menghindari dan berlari. Tapi bayangannya ternyata tak mau pergi,
mengikutimu bagai hantu dan sudah serupa oksigenmu.
Ada dua hal yang perlu kau pertimbangkan tatkala
rasa ini menyerangmu. Pertama, mana yang lebih baik saat kau mengkhayalkannya
atau kedua, saat hendak menghapusnya dari memorimu? Jika melupakan itu
menyakitkan, maka pilihlah yang pertama. Berusaha mengenyahkan bayangannya sama
saja dengan membunuh perasaanmu.
Tapi, benarkan itu pilihan yang terbaik? Bukannya
kita perlu sadar bahwa ada hal-hal di dunia ini yang tak mungkin kita raih.
Seperti seorang bertubuh pendek yang tak akan mungkin menjadi Miss Universe, right? Semestinya kita perlu menyadari
hal baik lain dan bahwa dunia ini begitu luas dan menyajikan banyak pilihan. Sangat
penting bagimu untuk membuka hati untuk nama-nama lain.
Tapi … bagaimana jika sudah bersama yang lain, kau
masih saja memikirkannya? Berarti kau masih menyimpan harapan padanya. Ada yang
belum pasti di sini. Mungkin kau salah menangkap maksud kebaikannya. Lalu?
Jalan terbaik adalah memverifikasi. Kau perlu memastikan perasaannya yang
sesungguhnya. Dan ini perlu keberanian dan penting bagimu untuk bertanya seribu
kali kepada diri sendiri; benarkah ini perlu?
Memang banyak kemungkinan dan tidak heran mengapa
harapan akan selalu ada. Pria selalu berusaha menyembunyikan perasaannya saat
ia jatuh cinta. Sebagiannya lagi menunjukkannya. Tapi, kemungkinan pertama tadi
adalah pemicu munculnya harapan. Apalagi saat kau menyadari dia tak sedang
bersama yang lain. Kau mungkin berpikir (dan berharap) dia hanya si pengecoh
yang baik a.k.a pandai
berakting cuek di depanmu. Lantas, mengapa harus begitu? Manusia bisa dikatakan
sebagai seorang individu
adalah ketika dia memiliki prinsip. Mungkin saja dia sedang tak ingin
memprioritaskan perasaan karena masih banyak hal yang mau ia kejar seperti
mimpi dan cita-cita. Atau bisa jadi dia adalah orang yang berprinsip: “Sukses dulu, nanti juga jodoh datang
sendiri.” Tanpa ia sadari,
tingkat ketulusan seseorang yang baru “melihatnya” ketika ia
sudah “menjadi orang” perlu dipertimbangkan lagi. Kamu bisa apa?
Well, sesungguhnya, sedalam apapun perasaanmu
dan setinggi apapun harapanmu, hendaknya kau perlu juga untuk berkaca pada
prinsip si pria. Ingat tingkat prioritas. Semestinya perasaan tak mengganggu
kehidupan. Kau tak perlu melupakan seratus persen. Karena, ketika kau merasakan
hal semacam itu, artinya kau sungguh hidup dan sungguh manusia.
Segala sesuatu sebaiknya beriringan. Hidup adalah
tentang luka dan harapan. Hidup adalah tentang pertanyaan yang tak pernah habis
dan sang waktu akan menjawab perlahan. Meski ada pertanyaan yang tak memiliki
atau tak memerlukan jawaban. Satu yang perlu kau ingat: tidak mustahil hidup
dengan luka. Tapi, bila kau terluka, jangan sampai lukamu melukai orang lain
atau menimbulkan luka baru.
Manusia sebagai makhluk individu mempunyai prinsip
dan manusia sebagai makhluk sosial tentu siap berbagi bila bebannya terlalu
berat. Jangan pernah memikul sendiri. Meskipun mungkin bukan solusi yang kelak
kau dapat, setidaknya bebanmu bisa berkurang. Perasaan seperti itu sangatlah
universal. Banyak yang mengalami.
Tidak semua dua orang yang saling mencintai di
dunia ini bersatu. Sebagian dari mereka menyadari kalau tak ada gunanya
memperjuangkan seseorang yang tak memperjuangkan dirinya. Sebagian lagi
selamanya terkecoh dengan si penyembunyi. Lantas mereka baik-baik saja? Tidak
juga. Mereka hanya berusaha ikhlas, saling menerima, memaafkan dan memilih
untuk bahagia. Di dunia ini, mau tak mau kita mesti berhadapan dengan
kenyataan.
Dan satu yang perlu kamu ingat, bila hendak
kebahagiaanmu berlipat ganda: perjuangkan cintamu bila itu masih mungkin namun jangan
memaksa. Karena sebagian dari kita baru akan mengerti jika diberitahu dengan
jelas. Bicaralah selagi mungkin dan jika tak sanggup, jangan mencoba untuk
menyesal di kemudian hari.
Lantas, bila sudah bicara, fakta yang kau dapat
persis seperti kekhawatiranmu? Well,
kau sudah berhasil memverifikasi. Dan inilah saatnya bagimu untuk ikhlas,
menerima, memaafkan dan memilih untuk bahagia!
(to be continued)
Comments
Post a Comment