Homunculus
Sabtu, 17 Mei 2014
Saat
itu aku sedang duduk nyaman di kursi pesawat sembari membaca koran. Tiba-tiba
seseorang datang, memberiku sepasang sayap dan memintaku terbang.
Apa
dia lupa kalau pesawat ini juga sedang terbang?
Pikirkan nanti.
Aku menasihati diri
sendiri.
Karena yang terpenting
sekarang adalah hari ini: tanggal intimewa sahabatku. Jadi, apa yang harus
kulakukan untuknya?
Membuatnya senang.
Semua orang tahu jawaban
itu, jawaban yang terlintas di kepalaku.
Well, aku
tak cukup mahir dalam hal menyenangkan orang lain. Bukan berarti tak bisa sama
sekali. Jadi, aku selalu mengusahakannya. Meskipun, misalnya aku sendiri sedang
agak tidak senang.
Jadi yang kulakukan
kemaren adalah menghabiskan dua weekend untuk
mencari kado. Kado yang kucari adalah sebuah DVD original penyanyi favoritnya.
Sayangnya tidak dapat, karena toko kaset di salah satu plaza yang biasa kami
kunjungi sudah tutup. Lantas aku menuju tempat-jual-ayam-goreng yang biasanya
juga menjual kaset ... ternyata sudah habis.
Aku bingung. Semua
barang kesukaannya yang terpikirkan olehku sudah dia punya.
Sampai tibalah di hari
yang tak kuduga. Seorang teman menawariku tiket nonton konser. Free! Kebetulan uangku sudah menipis
kalau misalkan mesti membeli kado – yang masih tak terpikirkan.
Jadilah
malam minggu ini kami pergi nonton konser di Senayan. Bertiga, dengan adik cowoknya.
Sepanjang
perjalanan, wajahnya terlihat berseri-seri. (kau harus tahu tahu, kau akan
turut senang jika melihat orang lain senang). Persis seperti saat aku
menyodorkannya amplop berisi tiket kelas festival C. Yups, cuma festival C.
Yang akhirnya membuat kami, golongan-nyaris-kurcaci, cuma menonton punggung
orang-orang. Pun saat berjinjit atau meloncat-loncat.
Sesungguhnya,
saat dalam perjalanan aku bertanya-tanya: untuk apa aku ke mari? Tidak ada
penyanyi favoritku yang akan tampil. Rrrrr, sebenarnya ada. Tapi itu dulu,
zaman SMP dan tidak masuk kategori ‘favorit-banget’.
Nikmati saja!
Aku
menjawab sendiri.
Dan
aku pun berusaha menikmati.
Aku
ikut berteriak saat mereka berteriak dan mengangkat light stick tinggi-tinggi. Namun tidak ikut dalam “koor” karena tak
satupun dari lagu penyanyi itu yang kutahu. Tapi ada beberapa yang pernah
kudengar. Lagu-lagu dari penyanyi lain, tentu saja. Karena penyanyi itu juga
menyanyikan lagu-lagu hits dari penyanyi yang lebih hits.
Sekilas
tentang penyanyi ini: dikenal sebagai spesialis ballad. Terbukti dengan keberhasilannya menyanyikan lagu bernada
sedih, karena kesedihan itu berhasil ia sampaikan meski kami (tepatnya aku) tak
mengerti arti dari lagu itu (baca: lirik-lirik lagunya menggunakan bahasa
negara asalnya).
Aku cukup suprised saat tahu kalau rupanya dia
juga bisa menyanyikan lagu-lagu yang lincah bahkan turut nge-dance; tak hanya diiringi dancers cewek nan seksi (termasuk dancers cowok yang sesekali tampil shirtless dan berhasil menimbulkan
histeris).
Konser
kian panas dengan penampilan special guest,
trio rapper dengan member dua
cowok satu cewek. Jujur, aku (dan mungkin kami) sangat menikmati penampilan
mereka. Sangat menghibur dan total. Suara dan lagu mereka juga bagus. Komplit!
Performance dari penyanyi utama juga
kian mantap dibanding saat opening. Btw, opening-nya
memang tak begitu istimewa. Mungkin cuma menurutku. Bisa juga ketidakistimewaan
itu disebabkan hujan yang turun sebelum konser. Jadi dia khawatir kalau-kalau
tak ada orang yang datang. Beruntung hujannya reda dan langit malah tambah
cerah.
Koor
kian kencang dari segala penjuru meski masing-masing melantunkan lagu dengan
nada-nada karangan sendiri. Sempat terjadi insiden kecil juga di tengah konser.
Di mana salah satu lampu terbakar oleh percik kembang api. Kru cepat tanggap
dan aku menamai salah seorang kru, yang memanjat atap panggung, “Spider-Man”. Karena
dia memanjat tanpa pengaman. Beberapa tim dan penyanyi meminta maaf. Penonton
menyahut dengan bilang: rapopo. Lantas konser berlanjut seolah tak terjadi
apapun.
Well, actually, yang lagi-lagi bikin aku
terkesan adalah penampilan dari special guest
berikutnya. Dia penyanyi cewek berumur 24 tahun, lahir di Amerika dan
beberapa kali memenangkan penghargaan. (btw,
aku tahu ini setelah tiba di indekos alias browsing belakangan). Suara penyanyi ini seksi (persis pakaiannya)
dan powerfull. Melengkapi kecantikan
wajahnya (cukup jelas terlihat di layar besar di kiri-kanan panggung). Ada
klimaks di salah satu lagu yang refleks membuat penonton berteriak dan riuh
bertepuk. Sangat menjiwai namun penuh kontrol meskipun lagunya cukup emosional.
Two thumbs up!
Penampilan
lain yang membuatku terkesan adalah saat penyanyi utama melantunkan lagu
‘Kemesraan’. Pengucapan Bahasa Indonesia-nya terbilang bagus. Jika dibandingkan
saat dia berbicara dalam Bahasa Inggris.
Di
(hampir) penghujung konser, special guest
dari Indonesia tampil. Mereka membawakan dua lagu yang hits di masanya dan
satu lagu yang cukup hits saat ini. Tapi histeria dari penonton agak berbeda. Cuma
sedikit yang turut menyanyi. Bahkan sebagian ada yang meninggalkan area konser.
Kembali lagi setelah band itu selesai menyanyi. Sungguh kontras. Well, ini mungkin soal salera. Karena
kebanyakan penonton tentunya adalah pecinta idolanya dan genre yang ia usung.
Whoahhh!
Tanpa kusadari aku begitu menikmati malam ini. Ada rasa lepas dan bebas. Seolah
sudah mengenakan ‘sayap itu’. Kalau diibaratkan dengan lagu, 22-nya Taylor Swift paling mewakili. Meskipun
ini bukan kegelisahan dan kisah tentang kejombloan. Yeah, semua orang tentu
punya ganjalan-hati.
Yeah,
We're happy free confused and lonely at the same time
It's miserable and magical, oh, yeah
Tonight's the night when we forget about the deadlines
It's
time
...
(Yups, mari nyanyikan lagu ini
lebih kencang tanggal 4 Juni nanti di MEIS, Ancol!)
Kembali ke soal konser tadi,
sebelum berakhir ada cover dance yang
amat keren sekali. Berhasil membuat orang-orang di sekelilingku turut
menggerakkan tubuh. Termasuk aku. Hahahah!
Bagus,
kamu sudah bersenang-senang.
Pujiku dalam hati.
Lantas aku dan mereka bertepuk
seusai lagu penutup dari sang penyanyi.
***
Minggu, 18 Mei 2014
Aku berharap, saat bangun pagi ini, aku sudah lupa tentang
sayap. Sialnya tidak.
Pukul 9.20 WIB. Terlalu pagi untuk bangun di
saat weekend. Tapi indekos pagi ini
sudah berisik sekali. Jadi aku tak punya pilihan lain selain bangun. Meski tak
ada rencana mau apa dan akan ke mana.
Mungkin,
aku cuma ingin diam. Butuh keheningan. Yang nyatanya tak kutemui karena
hiruk-pikuk kian menjadi. Maka kuberisiki sekalian dengan menyetel musik, meski
volumenya tidak cukup kencang untuk mengganggu ketenangan orang. Tapi cukup
mampuni untuk menangkal suara lain sehingga pendengaranku hanya terfokus pada
lagu-lagu dari MP3.
Aku
sengaja mengatur agar lagu-lagu itu terputar acak. Dan kini tibalah aku pada
lagu sendu. Lagu yang selama ini tak terdaftar di playlist khusus pagi hari. Karena biasanya aku selalu mendengarkan
lagu-lagu pembangkit semangat.
Perlahan
aku menggerakkan tubuh sesuai irama lagu sambil mengunyah kripik singkong.
Bukan, ini bukan sedang pemanasan. Karena aku tak berencana nge-dance seperti biasanya di saat weekend. Tapi, ini apa namanya, ya? Hm,
sebut saja sedang menikmati musik.
Tapi, lagi-lagi tapi ...
aku bergerak lincah saat giliran lagu nge-beat
yang terputar. Resmilah sudah aku menari. Berlanjut di lagu-lagu
selanjutnya. Sampai keringat membasahi bajuku. Sampai aku terpikir untuk
menulis ini ... meskipun aku sempat terpaku menatap layar komputer dan
bertanya: untuk apa?
Akhir pekan ini agak aneh dan sedikit menyenangkan. Sayang
jika tidak diabadikan.
Aku menjawab sendiri,
setengah yakin.
Lantas sebuah SMS masuk.
Dari sahabatku yang ulang tahun, dia menawari makan pizza. Oh yeah, mari bersenang-senang
kembali!
Karena berbahagia adalah pilihan!
Kalimat
yang-entah-dicetuskan-oleh-siapa itu terlintas di benakku.
Aku tersenyum dan
melangkah menuju kamar mandi.
***
Sesungguhnya, kemaren itu ... rasanya seperti melakukan
perjalanan naik bus Jakarta-Jogja yang melewati jalan naik-turun nan terjal dan
belokan tajam. Lantas aku mabuk dan muntah, tak terhitung banyaknya. Isi
perutku tumpah tak bersisa, pun usus mau turut meloncat, kalau bisa. Aku lemas,
kehilangan daya.
Lalu tahu-tahu aku sudah berada
di kursi pesawat. Duduk nyaman sembari membaca koran. Lalu seseorang datang,
memberiku sepasang sayap dan memintaku terbang.
Aku bertanya-tanya: apa dia
tidak tahu kalau pesawat ini sedang terbang?
Mungkin pesawat ini mau meledak
atau jatuh.
Aku menjawab sendiri.
*
Comments
Post a Comment