Posts

Showing posts from July, 2013

Empati?

Tergelitik dengan pernyataan Ayah Angkat dari Almarhum Uje di infotaiment tadi siang. Tentang membludaknya peziahan di makam Almarhum Uje. "Ini sebuah kritik sosial bagi kita semua. Di mana sesama lebih memilih curhat kepada orang yang 'telah tiada'. Betapa empati dari kita sudah tak ada lagi," kira-kira begitu ungkapan beliau. Lantas pas nyuci tadi saya (sok) merenung. Benarkah kita ter lalu sibuk dengan diri sendiri? Merasa masalah kita paling pelik dari orang lain.

Kudet?

"Apa ceritamu?" Sebuah pertanyaan yang menurut saya oke dalam sebuah pembicaraan. Terkesan dianggap ada, dinantikan dan dihargai. Namun seringkali menemukan: si A bercerita bla-bla-bla. Ada yang menanggapi, adapula yang melongo sampai malah menguap. Lantas reaksi si A? "Yang ini lho, masa' itu aja nggak tahu. Kudet banget, ih." dst. Why? Hipotesis saya (ciaelah): ini soal minat. T idak semua orang tertarik akan suatu hal yang kita gemari. Orang-orang yang terkesan "tidak nyambung" belum tentu dia kurang up to date.

Tawas dan Pawang Lidah

Apa yang kau tahu? Menamai Nama, memprakarsai atas deskripsi indra; pun pastikah indra semurni nurani? Apa yang kau pahami? Hasil menelisik, mengusik ... Lantas memberisiki sunyi. Serupa perang dan 'ku enggan menyerbu. Meski berkecak pinggang menantang, sebisanya kau kuusir pulang; sebelum parang-parang kita berciuman. Apa yang kau petik, Atas sikap yang kutunjukkan?  Demi damai ini kutitipkan cenderamata : tawas dan pawang lidah untuk pikir dan ucapmu. Kawan.

Cermin-cermin

Cermin,  kubecermin pada wajahmu, wajahnya, wajah mereka  Tidak, kita tak serupa  Cermin, kembali kubecermin  Pada wajah bumi, wajah langit, wajah angin, wajah air, wajah api  Hanya terpantul bayang hitam, bayang bening-bergoyang, bayang besar-memanjang  Cermin, cerminku berganti-ganti  yang kutemui bayang duduk aku berdiri, bayang diam aku menari  Cermin, lantas kubecermin pada kitab suci  mungkin bukan bagian dari cermin-cermin lalu  ciptaan sepertiku cuma satu  laksana Adam dibentuk dari tanah  Lantas ragaku dari nanah?  Menilik surga-neraka mencibir  Dari segenap semesta aku terusir  Cermin, cerminku hati  :Tuhan berbisik  Oh, masihkah kumiliki?  Lalu Setan menghadiahi belati  :aku bergidik  Belati untuk membelah hati!  Agar raga mati  kubecermin pada belati dan aku adalah mati  Serupa kami, membingkai bumi