Sopir dan Kondektur




Pak Sopir berganti mobil. Bukan lagi metro mini melainkan mikrolet. Kondektur bingung, karena ia tak terlalu dibutuhkan di mikrolet. Terbayang di benaknya jika suatu hari Pak Sopir menjadi sopir pribadi.  Ia sama sekali tak akan dibutuhkan. Hanya ada Pak Sopir dan Sang Majikan.
Karena gundah dan sepi penumpang, Kondektur meminta turun. Ia berjalan di trotoar dan bertemu Pengamen. Pengamen menanyakan sebab kegundahan Kondektur.
“Ini tidak adil. Sopir tetap bisa menyetir dan tetaplah seorang sopir meski tanpa seorang kondektur. Sementara kondektur tak akan menjadi kondektur tanpa ada seorang sopir.”
“Kalau begitu, kamu jadi pengamen saja,” usul Pengamen.
“Aku tak mau menjadi sainganmu. Dan lagi, pengamen akan bertemu sopir di bus kota.”
“Lalu, bagaimana kalau menjadi konduktor? Konduktor tak perlu sopir untuk memimpin orkestra.”

“Kau mencari kemiripan saja? Begini, kondektur akan tamat jika ia menjadi konduktor. Menjadi lain, berubah, berbeda …,”
“Oh, rupanya kau masih suka menjadi kondektur. Hm, tepatnya lebih suka, ya.”
“Entahlah.”
“Kalau begitu, berdoalah supaya Pak Sopir punya mobil sendiri …,”
“… yang artinya Pak Sopir juga tamat. Dia akan menjadi Sang Pemilik.”
“Sang Pemilik yang kemudian menonton pertunjukkan orkestra Sang Konduktor.”
“Lalu?”
“Dia berkata, “I’ve got blank space, Baby” sambil menunjuk kursi di sebelah kirinya saat pertunjukan usai.”
“Dan si Konduktor akan sangat berterima kasih pada si Pangamen yang sangat mencintai Gitar-nya.”
“Hei! Aku mau tahu apakah Sang Konduktor akan duduk di kursi sebelah kiri Sang Pemilik tanpa embel-embel kondektur atau penumpang melainkan pendamping.”
“Aku juga. Eh, kau yakin Sang Pemilik akan benar-benar menawari kursi kosongnya? Bagaimana kalau ia pergi menonton pertujukkan bersama Sang Empunya?”
“Dan Sang Kondektur mengendari mobilnya sendiri?”
“Ah, hidup benar-benar misteri.”
“Tunggu. Jangan lupakan garpu tala,”
“Harphist, Violinist …,”
“Partitur, Koor atau penonton istimewa.”
Well, hidup sesungguhnya menyajikan banyak pilihan.”
“Lantas sekarang kau mau apa?”
“Menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.”
Pengamen tersenyum, memetik gitarnya dan menyanyikan “Donna Donna”.


Natalia Desi Moro
(The Struggle to Arrive to The Wall)

Comments

Popular posts from this blog

DEKADE

Temukan Cinta dari Hijaunya Alam Kita